I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Kelapa Sawit merupakan komoditas yang penting karena
kebutuhan akan minyak goreng dan derivatnya di dalam negeri terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya standar ekonomi masyarakat. Minyak kelapa sawit
merupakan sumber devisa negara yang sangat potensial karena tidak semua negara
dapat memproduksinya. Kelapa sawit hanya dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik pada kawasan beriklim tropis seperti di Indonesia dan termasuk daerah Riau
merupakan sangat potensial untuk tanaman kelapa sawit.
Dibukanya
beberapa areal baru perkebunan kelapa sawit oleh Perusahan Perkebunan Swasta
Nasional (PBSN), Perkebunan Negara, dan Perkebunan Rakyat, membawa imflikasi
baru, mulai dari persediaan lahan, perbaikan infrastruktur , dampak lingkungan,
sehingga penyediaan sumber daya manusia.
Perkembangan
kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang pesat pada tahun 1969. Pada saat itu
luar areal perkebunan kelapa sawit adalah 119.500 ha dengan totak produksi
minyak mentah (CPO dan KPO ) 189.000 ton per tahun. Diperkirakan produksi
minyak sawit Indonesia akan mencapai 9,9 juta ton pada tahun 2005. Tetapi
disayangkan pertambahan luas areal tidak dibarengi dengan peningkatan
produktifitas yang optimal dan masih jauh dibawah standar.
Didaerah-daerah
di Riau Areal perkebunan kelapa sawit yang diusahakan oleh rakyat secara
pribadi makin bertambah. Seperti di daerah Desa Pulau Aro Teluk Kuantan Riau
sudah berkembang sejak tahun 2004 dengan dibentukkan kelompok tani perkebunan
kelapa sawit dengan anggota sebanyak 42 Orang dengan luas lahan lebih kurang 87
ha. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran ( 2) , perkebunan ini pada
saat ini tidak semuanya berhasil . Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain Kurangnya pengetahuan tentang teknik budidaya tanaman kelapa
sawit baik tentang bibit yang baik cara perawatan dan lain sebagainya.
Tanaman karet
merupakan tanaman yang memiliki perananan penting dalam perekonomian nasional
yaitu sebagai sumber pendapatan bagi lebih dari 10 juta petani di indonesia dan
memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi negara yang mencapai U$ 2 juta
pada tahun 2004.
Produktifitas
dan pertumbuhan tanaman karet dipengaruhi oleh faktor keadaan tanaman pada awal pembibitan, yaitu:
klon entres yang unggul dan murni, bibit batang bawah yang prima, lingkungan
tumbuh yang berhubungan dengan kondisi kesuburan tanah, manajemen pemeliharaan
tanaman, dan sistem eksploitasi (sadapan) yang disiapkan. Faktor dasar diatas
itulah yang sangat akan mempengaruhi dan menentukan produktifitas tanaman karet, ada faktor lain
yang tidak kalah pentingnya dalam budidaya tanaman karet, yaitu : sifat fisik
dan kimia tanah, sifat mikro dan makro iklim, dan keberadaan hama dan penyakit
pengganggu.
B
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisaan ini adalah:
1.
untuk mengetahui penanganan pascapanen
2. untuk
mengetahui pemasaran tanaman kelapa sawit.
BAB II
PEMBAHASAN
Tanaman Karet merupakan
salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup
Internasional,Di Indonesia,karet merupakan salah satu hasil pertanian yang
banyak menunjang perekonomian negara.Hasil devisa yang diperoleh dari karet
cukup besar.Bahkan,Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan
mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal tanaman karet itu
sendiri yaitu daratan Amerika Selatan.
Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian
Dunia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah
ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik Negara
yang memiliki areal luas dan diusahakan oleh swasta dan rakyat. Memang,tanaman
karet tergolong mudah diusahakan dan sangat cocok untuk tanaman yang berasal
dari Daratan Amerika Tropi, sekitar Brasil. Daerah di Indonesia, termasuk
daerahyang tergolong kurang subur, karet dapat tumbuhbaik dan menghasilkan
lateks.
Deskripsi
Tanaman Karet merupakan
salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup
Internasional,Di Indonesia,karet merupakan salah satu hasil pertanian yang
banyak menunjang perekonomian negara.Hasil devisa yang diperoleh dari karet
cukup besar.Bahkan,Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan
mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal tanaman karet itu
sendiri yaitu daratan Amerika Selatan.
Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian
Dunia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah
ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik Negara
yang memiliki areal luas dan diusahakan oleh swasta dan rakyat. Memang,tanaman
karet tergolong mudah diusahakan dan sangat cocok untuk tanaman yang berasal
dari Daratan Amerika Tropi, sekitar Brasil. Daerah di Indonesia, termasuk
daerahyang tergolong kurang subur, karet dapat tumbuhbaik dan menghasilkan
lateks.
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi
di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20
tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada
tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun
2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25
milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.Sejumlah lokasi di
Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian
besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.Luas area perkebunan karet
tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia.
Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan
hanya 7% perkebunan besar negara serta 8%perkebunan besar milik swasta.
Produksi karet secara nasional pada tahun2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta
ton. Jumlah ini masih akan bisaditingkatkan lagi dengan memberdayakan
lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai
untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia
terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk
meningkatkan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan
kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung
halini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau
pekebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman
secara intensif.
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat
ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting
di sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini
disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau
lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di
dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990; Khaswarina, 2001). Perkembangan ekspor
yang terus meningkat disertai dengan harga yang semakin membaik di pasar dalam
negeri maupun pasar luar negeri menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit cukup
potensial untuk dikembangkan (Khaswarina, 2001).
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit
(CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu
primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas
bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan
minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu
pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 14 tahun terakhir ini telah
terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta ha,
yaitu dari 606.780 ha pada tahun 1986 menjadi hampir 3 juta ha pada tahun 1999
(Manurung., Togu. G.E., 2001). Oleh karena itu mempelajari morfofisologis
kelapa sawit sangat penting guna menghasilkan produksi kelapa sawit yang
optimal yakni mendekati potensi genetisnya.
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan
masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur
31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1
tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah
yang lepas/jatuh (brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau
sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.
Disamping itu ada kriteria lain tandan buah yang dapat dipanen apabila tanaman
berumur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10
butir, jika tanaman berumur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh
sekitar 15-20 butir (Utama dan Widjadja, 2004).
Kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang
sehingga benih yang dihasilkan tidak seragam sifatnya dan sifat unggul tidak
dapat dipertahankan. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan bibit unggul maka
varietas hibrida tenera diperbanyak melalui kultur jaringan. Kelapa sawit hasil
perbanyakan kultur jaringan seringkali menghasilkan buah dan bunga abnormal,
berbeda dengan tanaman dari benih. Tanaman yang berasal dari benih sering
terjadi abnormalitas saat mulai berbunga, namun menjadi stabil berbunga dan
berbuah normal pada umur 2,5 tahun (Hetharie, et al., 2006).
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa
sawit (Elaeis guinensis JACQ). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri
dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri
dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp,
lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam
disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa),
endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%,
inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung
minyak (6). Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah
merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya
yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (7) (Pasaribu, 2004).
Pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam skala besar dihmbat
oleh adana fenotip buah bersayap kira – kira 5,69% pada klon PPKS atau 5 – 10%
pada semua klon yang diregenerasi. Menurut Tandon et al., (2001) dalam
(Hetharie, et al., 2006) pistil kelapa sawit mempunyai stigma
berbentuk cuping (trilobe) yang membentuk tiga lokul pada dasar ovari.
Pada tiap lokul terdapat ovul sehingga pistil kelapa sawit dikatakan sebagai
ginoesium dengan tiga karpel. Sedangkan bunga jantan mempunyai enam atau tujuh
stanmen, tiap rangkaian buinga jantan menghasilkan serbuk sari 40-60 g.
Mathius, et al (2001) melaporkan tanaman kelapa sawit mempunyai
tipe perakaran dangkal sehingga umumnya tidak toleran terhadap
cekaman kekeringan, yang sangat membatasi pertumbuhan dan produksi.
Cekaman kekeringan dapat menghambat pembukaan pelepah daun muda, merusak hijau
daun yang menyebabkan daun tampak mengguning dan menggering, pelepah daun
terkulai dan pupus patah. Pada fase reproduktif cekaman kekeringan menyebabkan
perubahan nisbah kelamin bunga dan buah muda mengalami keguguran, dan tandan
buah gagal menjadi rusak. Akhirnya mengakibatkan gagal panen dan menurunkan
produksi tandan buah segar hingga 40% dan CPO hingga 21-65%
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Bagian yang paling utama untuk
diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak
kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan
minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan
memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan
baku minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah
sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan
difermentasikan menjadi kompos. Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa
tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik,
dan tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan
arang aktif.
B.SARAN
Kepada masyarakat disarankan untuk memilih bibit yang baik dan unggul sebelum
menanam. Karena bibit adalah hal yang paling menentukan tingginya hasil
produksi nantinya. Sedangkan lingkungan dan pemeliharaan hanya faktor
pendukung. Kepada seluruh masyarakat sebaiknya menggunakan minyak sawit karena
mengandung kolesterol yang rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dudung Muhidin, 1999, Agroindustri Papain dan Pektin,
Penerbit Penebar Swadaya.
2. Muchtar Lutfi, Prof. DR., Et. Al, 1984, Buku Panduan
Penulisan Makalah dan Skripsi, PKIP UNRI Pekanbaru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komentari......