EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG DI PULAU LOMBOK NTB
I Putu Cakra P. A., Yohanes G. Bulu, Sri Hastuti,
Ketut Puspadi dan Awaludin Hipi
Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat
ABSTRAK
Jagung
merupakan salah satu komoditas tanaman pangan unggulan di NTB yang cocok
diusahakan petani pada wilayah lahan kering. Nusa Tenggara Barat memiliki lahan kering
yang luasnya mencapai +
1,8 juta ha atau 83,25% dari luas wilayah.
Di Kabupaten Lombok Timur, potensi lahan kering untuk pertanian seluas 116.765
ha. Luas panen jagung di NTB pada tahun
2003 mencapai 31.217 ha dengan total produksi jagung 64.228 ton. Luas panen jagung di pulau Lombok pada tahun
2003 yaitu 15.963 ha dengan total produksi mencapai 31.371 ton. Pengkajian ini bertujuan untuk menganalisis
efisiensi pemasaran jagung di pulau Lombok. Pengkajian ini dilaksanakan di
pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.
Pengkajian pemasaran jagung dilaksanakan dari bulan Juni sampai Juli
2005 dengan pemilihan reponden pedagang jagung di pulau lombok dengan
menggunakan metode Snow Boll Sampling. Penentuan lokasi dan petani responden
menggunakan metode purposive Sampling.
Data yang dikumpulkan dianalisis secara diskriptif. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa saluran
pemasaran jagung di pulau Lombok yang paling efisien adalah pola 1 (petani
menjual jagung kuning pipilan ke pedagang desa) dengan efisiensi 6,19%.
Sedangkan penjualan jagung oleh petani dalam bentuk tongkol kurang efisien dan
kurang menguntungkan petani. Sentra produksi jagung di NTB terdapat di
Kabupaten Lombok Timur pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa pulau Sumbawa. Daerah
tujuan pemasaran jagung dari NTB adalah pasar lokal Lombok dan pasar regional
seperti di kirim ke Bali dan Surabaya.
Kata kunci : efisiensi, pemasaran, jagung.
PENDAHULUAN
Jagung
merupakan salah satu komoditas tanaman pangan unggulan di NTB yang cocok dan banyak diusahakan
petani di lahan kering pada musim hujan.
Seiring dengan meningkatnya kebutuhan jagung nasional, memberi peluang
agribisnis jagung melalui peningkatan produksi dan produktivitas. Di NTB komoditas jagung banyak dipasarkan ke
luar daerah terutama Jawa dan Bali yang digunakan untuk bahan baku pakan
ternak, namun masih banyak yang belum dapat terpenuhi akibat kurangnya produksi
ditingkat petani. Pada tahun 2000
kebutuhan jagung di NTB sebesar 50.766 ton, dimana untuk benih sebesar 803 ton,
dan selebihnya untuk pakan ternak dan bahan pangan.
Jagung
merupakan tanaman serbaguna yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan, pakan
ternak dan bahan baku industri. Kedepan
jagung akan mempunyai peranan yang semakin strategis dengan pertimbangan: (1)
agribisnis jagung banyak terkait dengan kegiatan industri dalam negeri; (2) penyedia atau peningkatan ketahanan
pangan NTB; (3) makin meningkatnya ancaman
kekeringan atau kekurangan air dalam sektor pertanian.
Luas panen
jagung di NTB pada tahun 2003 adalah 31.217 ha dengan produktivitas rata-rata
sebesar 2,057 ton/ha (Dinas Pertanian Propinsi NTB, 2004), sedangkan di Lombok
Timur luas panen jagung 8.686 ha dengan produktivitas 2,12 ton/ha. Total produksi jagung di NTB pada tahun 2003 mencapai
64.228 ton (BPS. NTB, 2003). Namun dari segi pemasaran hasil, petani selalu
berada pada posisi tawar yang rendah, dimana harga ditentukan oleh pedagang
pengumpul di desa. Oleh karena itu dalam
pengembangan jagung secara komersial perlu dikemas dalam suatu sistem dan usaha
agribisnis.
Pengkajian
agribisnis jagung di Desa Perigi kecamatan Swela Kabupaten Lombok Timur
diharapkan dapat mendukung kegiatan Dinas Pertanian melalui Program Aksi
Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (PROKSIMANTAP) disentra produksi tanaman
pangan unggulan seluas 40.000 ha, dan LSM Masyarakat Madani yang akan
mengembangkan jagung seluas 30.000 ha di NTB.
Produksi
jagung di NTB pada tahun 2004 mengalami peningkatan apabila di lihat dari
jumlah jagung yang keluar dari pulau Lombok menuju Bali dan Surabaya melalui
pelabuhan Lembar sebanyak 1.884.110 kg (Dinas Pertanian, 2004; Karantina
Tumbuhan, 2004). Pengiriman mulai bulan
Januari sampai bulan Juni, dimana volume tertinggi terdapat pada bulan Juni
yaitu sebesar 1.020.300 kg. Sedangkan
untuk bulan Juli sampai Desember tidak ada pengiriman jagung keluar daerah.
Perkembangan
harga rata-rata jagung di NTB tahun 2004 terlihat dari trend perkembangan harga
di tingkat pedagang yang mengalami kenaikan dari bulan Januari sampai
Desember. Harga rata-rata tertinggi
terdapat pada bulan Desember sebesar Rp
1640,63/kg pipilan dan terendah pada bulan Mei Rp 1046,88. Perkembangan harga rata-rata di Lombok Timur
adalah Rp 1354,17/kg.
METODE
PENELITIAN
Pendekatan
yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode survei. Pengkajian pemasaran jagung dilaksanakan di
Kabupaten Lombok Timur berlangsung dari bulan Juni sampai Juli 2005 untuk
pengumpulan data primer dan data sekunder dengan metode Snow Boll Sampling.
Penentuan lokasi, petani dan pedagang menggunakan metoda purposive sampling (secara
sengaja). Data primer dikumpulkan dengan
cara wawancara langsung dengan petani, pedagang pengumpul dan
agen-agen/pengusaha besar yang ada di Lombok NTB. Untuk mencapai tujuan penelitian maka data
yang terkumpul di analisis dengan analisis secara deskriptif dan analisis
efesiensi pemasaran jagung.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Analisa Kelayakan Ekonomi Usahatani Jagung
Di daerah
pengkajian Desa Prigi Kecamatan Swela Kabupaten Lombok Timur petani tidak
menjual jagung dalam bentuk tongkol melainkan dalam bentuk pipilan karena
dengan menjual pipilan harga yang diterima lebih tinggi dibandingkan dengan
menjual dalam bentuk tongkol. Teknologi
pasca panen (pemipilan jagung) relatif sederhana dan mudah dilakukan petani
sehingga dapat menekan biaya. Pemipilan
jagung dilakukan oleh tenaga kerja keluarga yang merupakan salah bentuk
efisiensi biaya tenaga kerja dalam kegiatan pasca panen. Hal ini berbeda dengan di daerah lain yang
umumnya mensual jagung dalam bentuk tongkol agar lebih mudah dan tidak
memerlukan tambahan waktu dan biaya dalam pengolahan atau pasca panen jagung.
Pada Tabel 1
dapat dilihat bahwa keuntungan dari usahatani jagung sebesar Rp 2.256.413,5/ha per musim tanam (3-4
bulan) dengan B/C sebesar 1,40. Ini
menandakan usaha tani jagung memberi peluang yang cukup tinggi sebagai tambahan
sumber pendapatan untuk petani.
Motivasi
petani dalam menanam jagung adalah penguasaan teknologi budidaya jagung,
pemasaran yang mudah, dan harga yang tinggi.
Petani di desa Prigi dalam penentuan waktu jual jagung cendrung menjual
jagung dengan alasan memiliki hutang, dimana menjual jagung dalam bentuk
pipilan agar harganya bisa lebih tinggi. Lokasi penjualan jagung dilakukan di
rumah petani, karena setelah panen jagung disimpan dirumah untuk dilakukan
proses pemipilan dengan cara manual.
Dijual ke rumah pedagang apabila rumah dekat dengan pedagang dan kenal
baik dengan pedagang. Dalam hal penetuan
harga jual petani dalam posisi lemah dimana harga jagung ditetapkan pedagang
pengumpul desa yang dibayar secara tunai.
Tabel 1.
Analisis Kelayakan Usahatani Jagung di Desa Prigi Kecamatan Swela Kabupaten
Lombok Timur, 2004.
Jenis
biaya
|
Jumlah (Kg)
|
Harga satuan (RP)
|
Nilai (Rp)
|
1. Benih jagung Bisi 2
|
20
|
2.000
|
40.000
|
2. Pupuk urea
|
300
|
1.117
|
335.000
|
3. Pupuk SP-36
|
10
|
1.800
|
18.000
|
4. Pupuk organik
|
15
|
50
|
750
|
Total
|
393.750
|
||
5. Biaya tenaga kerja:
|
HOK
|
Upah/HOK (Rp)
|
Biaya Tk (Rp/HOK)
|
Pengolahan tanah
|
18.67
|
14.000
|
261.333
|
Penanaman
|
14.67
|
7.000
|
102.667
|
Pemupukan
|
5.67
|
7.000
|
39.667
|
Penyiangan
|
32.00
|
7.000
|
224.000
|
Panen dan angkut
|
32.00
|
7.000
|
224.000
|
Pemipilan
|
43.33
|
10/kg
|
56.667
|
Total
|
908.333
|
||
6. Biaya bahan:
|
Jumlah
|
Harga satuan (RP)
|
Nilai (Rp)
|
Sabit (bh)
|
4
|
5.000
|
20.000
|
Terpal untuk jemur (lbr)
|
3
|
70.000
|
210.000
|
Cangkul (bh)
|
2
|
20.000
|
40.000
|
Karung (bh)
|
20
|
1.500
|
30.000
|
Tali (gulung)
|
1
|
5.000
|
5.000
|
Total
|
|
|
305.000
|
7. Biaya lain-lain =PBB (Rp/th) = 12.000/ha/th , Rp
4000/3 bulan
|
4.000
|
||
Total
Biaya
|
1.611.083
|
||
Pendapatan
|
3683.33 kg pipilan
|
Rp 1050/kg
|
3.667.496,5
|
Keuntungan
|
|
|
2.256.413,5
|
B/C
|
|
|
1,40
|
Sumber : Data primer (diolah)
Analisis
Efisiensi Saluran Pemasaran
1.
Biaya Pemasaran
Pada beberapa pola saluran pemasaran yang
ada terdapat tiga saluran pemasaran yang digunakan petani untuk menjual jagung
yaitu melalui pengumpul desa, pengumpul kecamatan dan pedagang antar
pulau. Adapun rincian biaya yang
dikeluarkan oleh petani pada masing-masing saluran pemasaran dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Biaya
Pemasaran yang Dikeluarkan Petani menurut Saluran Pemasaran Jagung di Pulau
Lombok, NTB, 2005
No
|
Saluran
Pemasaran
|
Rincian
biaya pemasaran
|
Nilai
|
Total
Biaya
|
1
|
Pengumpul Desa
|
Karung
Tali
Transportasi
|
Rp 60
Rp 5
-
|
Rp 65
|
2
|
Pengumpul Kecamatan
|
Karung
Tali
Transportasi
|
Rp 60
Rp 5
-
|
Rp 65
|
3
|
Pengumpul Kabupaten
|
Karung
Tali
Transportasi
|
Rp 60
Rp 5
-
|
Rp 65
|
3
|
Pedagang antar pulau
|
Karung
Tali
Transportasi
|
Rp 60
Rp 5
Rp 20
|
Rp 85
|
Sumber : Hasil Olah Data Primer
2005
Biaya pemasaran jagung dalam bentuk
pipilan yang dikeluarkan petani paling besar ke saluran pemasaran pedagang
antar pulau sebesar Rp 85/kg, karena petani langsung mengantarkan jagungnya ke
pedagang antar pulau. Saluran pemasaran
ke pedagang antar pulau ini hanya
terjadi di Desa Prigi Kecamatan Swela Kabupaten Lombok Timur sedangkan daerah
lain tidak ada. Mengantar sendiri
dilakukan dengan alasan: lokasi tempat pedagang antar pulau dekat rumah petani
dengan harga yang lebih tinggi dbandingkan pengumpul desa. Biaya pemasaran ke pengumpul desa dan
kecamatan sebesar Rp 65/kg dan tidak menggunakan biaya transportasi karena
transaksi jual-beli dilakukan di rumah petani.
2. Efisiensi
Pemasaran
Untuk melihat efisiensi pemasaran yaitu
membagi biaya pemasaran dengan harga jual jagung (Soekartawi, 1993). Berdasarkan hasil survai pemasaran jagung,
terdapat tiga saluran pemasaran yang dilalui oleh petani dalam menjual produk
jagungnya baik dalam bentuk pipilan maupun tongkol. Adapun ke empat saluran
pemasaran tersebut adalah pengumpul desa, pengumpul kecamatan, pengumpul
kabupaten dan pedagang antar pulau.
Tabel 3. Efisiensi Pemasaran Jagung di Pulau Lombok
NTB, 2005.
Saluran Pemasaran
|
Bentuk jagung yang dijual petani
|
Biaya
|
Harga Jual
|
Efisiensi
%
|
Pengumpul Desa
|
1. Pipilan (Beli)
|
Rp 65
|
Rp 1050,00
|
6,19 %
|
|
2. Tongkol
|
Rp 65
|
Rp 593,75
|
10,95 %
|
Pengumpul Kecamatan
|
3. Tongkol
|
Rp 65
|
Rp 593,75
|
10,95 %
|
Pengumpul Kabupaten
|
4. Tongkol
|
Rp 65
|
Rp 593,75
|
10,95 %
|
Pedagang antar pulau
|
5. Pipilan
|
Rp 85
|
Rp 1070,00
|
7,94 %
|
Sumber : Hasil Olah Data Primer
2005
Dari hasil analisis efisiensi pemasaran
jagung dapat diketahui bahwa saluran pemasaran jagung yang paling efisien
adalah saluran pemasaran yang melalui pengumpul desa dengan efisiensi sebesar
6,19%. Petani menjual jagung ke pedagang pengumpul desa dengan bentuk pipilan,
bukan dalam bentuk tongkol. Apabila
dalam bentuk tongkol tingkat efisiensinya lebih rendah dibandingkan dengan
menjual pipilan.
3.
Saluran Pemasaran jagung
Saluran
pemasaran jagung di Lombok secara umum melibatkan semua tingkatan pedagang
mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa pemasaran jagung di
Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu potensi dan peluang bagi pengembangan
usahatani jagung.
Para peternak
dari Bali langsung mencari jagung ke Lombok Timur karena sentra produksi jagung
ada di Lombok Timur. Produksi Jagung
selain berasal dari Lombok juga berasal dari Sumbawa. Harga yang diterima di Pulau Lombok sebesar
Rp 1100/kg dalam bentuk pipilan yang dibeli oleh pedagang antar pulau yang
berdomisili di Lombok Timur, setelah itu baru dijual ke Bali. Pasokan jagung di pasar Mandalika Sweta dan
kebutuhan peternak lokal Pulau Lombok, selama ini permintaannya dipenuhi dari
produksi Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah. Jenis jagung yang
diperjualbelikan adalah tongkol jagung dengan varietas bisi 7, rendemen 55%, dengan harga rata-rata Rp 600/kg. Varietas Lamuru, Bisi 2 dan C7 62- 67% dengan
harga Rp 650/kg. Harga jagung dalam
bentuk pipilan adalah Rp 1050/kg.
Sistem
pembayaran jagung adalah secara tunai tanpa panjar. Untuk menjaga keberlanjutan
kerjasama antar pedagang, dilakukan strategi panjar yang besarnya berbeda-beda
sesuai kebutuhan akan jagung, dimana pedagang antar pulau memberikan panjar
(uang muka) kepada para pedagang dibawahnya yang sifatnya mengikat. Harga jagung bersifat dinamis artinya dapat
berubah sewaktu-waktu sesuai dengan harga pasar, sehingga pedagang dibawahnya
tidak lari ke pedagang lain yang mau membeli dengan harga lebih mahal.
Gambar 1. Saluran
Pemasaran Jagung di Pulau Lombok, NTB, 2005.
KESIMPULAN
1.
Saluran pemasaran jagung yang paling efisien adalah
penjualan jagung oleh petani dalam bentuk pipilan ke pedagang pengumpul desa
dengan tingkat efisiensi 6,19%.
2.
Peningkatan produksi jagung di NTB merupakan dampak dari
keterlibatan berbagai pihak dalam agribisnis jagung serta meningkatnya kebutuhan
jagung baik di tingkat lokal, regional maupun nasional.
3.
Pemasaran jagung yang relatif lancar di Nusa Tenggara
Barat merupakan salah satu potensi dan peluang bagi pemerintah daerah untuk
mengembangkan jagung terutama pada wilayah pertanian lahan kering.
DAFTAR
PUSTAKA
BPS NTB, 2002. Nusa Tenggara
Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat, Mataram
BPS NTB, 2003. Nusa Tenggara
Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat, Mataram
Dinas Ketahanan Pangan
NTB, 2004. Statistik Tanaman Pangan.
Mataram.
Dinas Pertanian Propinsi NTB, 2004. Statisik Komoditi
Pertanian. Mataram
Kotler, Philips, 1995.
Manajemen Pemasaran. Salemba Empat. Jakarta
Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi
Pertanian. Jakarta: Penerbit PT Pustaka LP3ES, Jakarta.
Nazir, 1988. Metode
Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soekartawi, 1993. Prinsip Dasar
Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Penerbit PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Soekartawi, 1995. Analisa
Usahatani. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Soekartawi, 1999. Agribisnis:
Teori dan Aplikasinya. Penerbit PT Rja Grafindo Persada, Jakarta.
Tohir, K. A, 1991. Seuntai
Pengetahuan Usahatani Indonesia 1. Rineka Cipta, Jakarta.
Widodo, Sri., 1989. Production
Efficiency of Rice Farmers In Java Indonesia. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.