Kamis, 19 Desember 2013

Soal & jawaban untuk mengetahui perubahan tingkat konsumsi



untuk mengetahui perubahan tingkat konsumsi, maka dapat digunakan rumus :
===> MPC = ∆C / ∆Y dan APC = C / Y
dan untuk mengetahui perubahan tingkat konsumsi, maka dapat digunakan rumus :
===> MPC = ∆S / ∆Y dan APC = S / Y
Fungsi konsumsi adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat konsumsi rumah tangga dengan pendapatan nasional dalam perekonomian. Sedangkan fungsi tabungan adalah suatu fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat tabungan rumah tangga dan pendapatan nasional dalam perekonomian.
Persamaan antara hubungan itu adalah :
Fungsi Konsumsi  :  C = a + bY
Fungsi Tabungan   : S = -a + (1-b)Y
dimana :
a = konsumsi rumah tangga secara nasional pada saat pendapatan nasional = 0
b = kecondongan konsumsi marginal (MPC)
C = tingkat konsumsi
S = tingkat tabungan
Y = tingkat pendapatan nasional.
untuk lebih jelasnya tentang fungsi konsumsi dan tabungan, mari kita bahas soal-soal Olimpiade Sains Ekonomi yang ada kaitannya dengan fungsi konsumsi dan tabungan :
Soal pertama(Soal Olimpiade Sains Kabupaten (OSK) Ekonomi 2009).
  • Sebelum bekerja pengeluaran Daniel sebesar Rp. 1.500.000,00 sebulan. setelah bekerja dengan penghasilan sebesar Rp. 5.000.000,00 pengeluarannya sebesar Rp. 4.500.000,00. Fungsi konsumsi Daniel adalah....
Pembahasan :
dik :
-  a = 1.500.000 (Konsumsi pada saat y=0)
-  ∆C = C1 - C0 = 4.500.000 - 1.500.000 = 3.000.000
-  Y   = Y1 - Y0 = 5.000.000
- ∆Y = 5.000.000 - 0 = 5.000.000
dit : Fungsi Konsumsi ?
jawab :
Fungsi konsumsi dinyatakan dengan :
C = a + bY atau C  a + mpcY
pada soal diatas sudah diketahui nilai a, Y, ∆Y, dan ∆C, jadi langkah selanjutnya kita mencari MPC
MPC = ∆C / ∆Y
MPC = 3.000.000 / 5.000.000 = 3/6
MPC = 0,6
setelah MPC kita ketahui, maka fungsi konsumsi untuk Daniel dapat kita tentukan sebagai berikut :
C = a + mpcY,
================
C = 1.500.000 + 0,6Y
=================
Soal Kedua(Soal Olimpiade Sains Kabupaten (OSK) Ekonomi 2009).
  • Konsumsi masyarakat suatu negara ditunjukan oleh persamaan C = 30 + 0,8Y. bila tabungan sebesar Rp.20,00 maka besarnya konsumsi adalah ....
Pembahasan :
dik :  - fungsi konsumsi C = 30 + 0,8Y
        - tabungan S = 20
dit : Besar Konsumsi (C) ?
Jawab :
untuk mengetahui besarnya konsumsi, maka langkah yang paling pertama adalah kita harus mencari terlebih dahulu berapakah nilai Pendapatan (Y) dari fungsi tersebut.
untuk mencari nilai Y maka kita bisa menggunakan fungsi tabungan dan nilai tabungannya,
C = 30 + 0,8Y maka fungsi tabungannya adalah S = -a + (1 - MPC)Y==>
S = -30 + 0,2Y diketahui nilai S = 20, lalu kita masukan kedalam fungsi tabungan (S) untuk memperoleh nilai Y
S       = -30 + 0,2Y
20     = -30 + 0,2Y
0,2Y = 20 + 30
0,2Y = 50
Y      =  50 / 0,2
Y       = 250
Langkah selanjutnya untuk mencari besarnya konsumsi (C) adalah kita memasukan nilai Y kedalam fungsi konsumsi.
C = 30 + 0,8Y
C = 30 + 0,8(250)
C = 30 + 200h
C = 230
=======
Jadi besarnya konsumsi (C) adalah 230.
Soal Ketiga :   (Soal Olimpiade Sains Kabupaten (OSK) Ekonomi 2008).
  • Keluarga Ibu Tutik mempunyai penghasilan Rp. 8.000.000,00 sebulan, dengan pola konsumsi yang dinyatakan dengan fungsi C = 1.500.000 + 0,70Y. Berdasarkan data tersebut maka besarnya tabungan keluarga ibu Tutik adalah ....
Pembahasan:
 Diketahui :
- Y = 8.000.000
- Fungsi Konsumsi ==> C = 1.500.000 + 0,70Y
Ditanya :
- besarnya tabungan (S) ?
Jawab :
untuk mengetahui besarnya nilai tabungan (S) maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah merubah fungsi konsumsi kedalam fungsi tabungan kemudian memasukan nilai pendapatan (Y) kedalam fungsi tabungan.
C = 1.500.000 + 0,70Y
maka fungsi tabungannya adalah :
S = -a + (1-MPC)Y
S = - 1.500.000 + 0,30Y
untuk mencari besarnya tabungan (S) ibu tutik maka kita masukan nila Y kedalam fungsi konsumsi:
S = -1.500.000 + 0,30(8.000.000)
S = -1.500.000 + 2.400.000
S = 900.000
============
Jadi besarnya Tabungan keluarga ibu Tutik adalah Rp.900.000,00
Soal Keempat(Soal Olimpiade Sains Propinsi (OSP) Ekonomi 2008)
  • Bila diketahui fungsi tabungan : S = -50 + 0,15Yd, maka besarnya Marginal Propensity to Consume (MPC) adalah.....
Pembahasan :
untuk menjawab pertanyaan diatas, kita hanya memerlukan waktu 30detik,
diketahui MPS = 0,15  maka
 MPC = 1 - MPS
MPC = 1 - 0,15
MPC = 0,85
===========
Jadi besarnya Marginal Propensity to Consume (MPC) adalah 0,85
soal selanjutnya :  (Soal Olimpiade Sains Propinsi (OSP) Ekonomi 2007)
  1. Bila diketahui, Fungsi konsumsi C = 200 + 0,8Y, maka besarnya Marginal Propensity to Save (MPS) adalah....
Pembahasan:
Sama dengan soal sebelumnya, untuk membahas soal ini kita hanya membutuhkan waktu 30 detik.
Diketahui MPC = 0,8 Maka
MPS = 1 - MPC
MPS = 1 - 0,8
MPS = 0,2
========
Jadi besarnya Marginal Propensity to Save (MPS) adalah 0,2


laporan Agronomi Tanaman Perkebunan (ATP)



I.     PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Kelapa Sawit merupakan komoditas yang penting karena kebutuhan akan minyak goreng dan derivatnya di dalam negeri terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar ekonomi masyarakat. Minyak kelapa sawit merupakan sumber devisa negara yang sangat potensial karena tidak semua negara dapat memproduksinya. Kelapa sawit hanya dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kawasan beriklim tropis seperti di Indonesia dan termasuk daerah Riau merupakan sangat potensial untuk tanaman kelapa sawit.
Dibukanya beberapa areal baru perkebunan kelapa sawit oleh Perusahan Perkebunan Swasta Nasional (PBSN), Perkebunan Negara, dan Perkebunan Rakyat, membawa imflikasi baru, mulai dari persediaan lahan, perbaikan infrastruktur , dampak lingkungan, sehingga penyediaan sumber daya manusia.
Perkembangan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang pesat pada tahun 1969. Pada saat itu luar areal perkebunan kelapa sawit adalah 119.500 ha dengan totak produksi minyak mentah (CPO dan KPO ) 189.000 ton per tahun. Diperkirakan produksi minyak sawit Indonesia akan mencapai 9,9 juta ton pada tahun 2005. Tetapi disayangkan pertambahan luas areal tidak dibarengi dengan peningkatan produktifitas yang optimal dan masih jauh dibawah standar.
Didaerah-daerah di Riau Areal perkebunan kelapa sawit yang diusahakan oleh rakyat secara pribadi makin bertambah. Seperti di daerah Desa Pulau Aro Teluk Kuantan Riau sudah berkembang sejak tahun 2004 dengan dibentukkan kelompok tani perkebunan kelapa sawit dengan anggota sebanyak 42 Orang dengan luas lahan lebih kurang 87 ha. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran ( 2) , perkebunan ini pada saat ini tidak semuanya berhasil . Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain Kurangnya pengetahuan tentang teknik budidaya tanaman kelapa sawit baik tentang bibit yang baik cara perawatan dan lain sebagainya.
Tanaman karet merupakan tanaman yang memiliki perananan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai sumber pendapatan bagi lebih dari 10 juta petani di indonesia dan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi negara yang mencapai U$ 2 juta pada tahun 2004.
Produktifitas dan pertumbuhan tanaman karet dipengaruhi oleh faktor  keadaan tanaman pada awal pembibitan, yaitu: klon entres yang unggul dan murni, bibit batang bawah yang prima, lingkungan tumbuh yang berhubungan dengan kondisi kesuburan tanah, manajemen pemeliharaan tanaman, dan sistem eksploitasi (sadapan) yang disiapkan. Faktor dasar diatas itulah yang sangat akan mempengaruhi dan menentukan  produktifitas tanaman karet, ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam budidaya tanaman karet, yaitu : sifat fisik dan kimia tanah, sifat mikro dan makro iklim, dan keberadaan hama dan penyakit pengganggu.



B

C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisaan ini adalah:
1.      untuk mengetahui penanganan pascapanen
2.      untuk mengetahui pemasaran tanaman kelapa sawit.
















                                                                              


                            
BAB II
PEMBAHASAN

Tanaman Karet merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup Internasional,Di Indonesia,karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara.Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar.Bahkan,Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal tanaman karet itu sendiri yaitu daratan Amerika Selatan.

Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Dunia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik Negara yang memiliki areal luas dan diusahakan oleh swasta dan rakyat. Memang,tanaman karet tergolong mudah diusahakan dan sangat cocok untuk tanaman yang berasal dari Daratan Amerika Tropi, sekitar Brasil. Daerah di Indonesia, termasuk daerahyang tergolong kurang subur, karet dapat tumbuhbaik dan menghasilkan lateks.
Deskripsi
Tanaman Karet merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup Internasional,Di Indonesia,karet merupakan salah satu hasil pertanian yang banyak menunjang perekonomian negara.Hasil devisa yang diperoleh dari karet cukup besar.Bahkan,Indonesia pernah menguasai produksi karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal tanaman karet itu sendiri yaitu daratan Amerika Selatan.

Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Dunia. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas penghasil getah ini. Karet tak hanya diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik Negara yang memiliki areal luas dan diusahakan oleh swasta dan rakyat. Memang,tanaman karet tergolong mudah diusahakan dan sangat cocok untuk tanaman yang berasal dari Daratan Amerika Tropi, sekitar Brasil. Daerah di Indonesia, termasuk daerahyang tergolong kurang subur, karet dapat tumbuhbaik dan menghasilkan lateks.
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 1.9 juta ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25 milyar, yang merupakan 5% dari pendapatan devisa non-migas.Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Diantaranya 85% merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8%perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun2005 mencapai angka sekitar 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisaditingkatkan lagi dengan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani dan lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.
Dengan memperhatikan adanya peningkatan permintaan dunia terhadap komoditi karet ini dimasa yang akan datang, maka upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui perluasan tanaman karet dan peremajaaan kebun bisa merupakan langkah yang efektif untuk dilaksanakan. Guna mendukung halini, perlu diadakan bantuan yang bisa memberikan modal bagi petani atau pekebun swasta untuk membiayai pembangunan kebun karet dan pemeliharaan tanaman secara intensif.


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting di sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990; Khaswarina, 2001). Perkembangan ekspor yang terus meningkat disertai dengan harga yang semakin membaik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit cukup potensial untuk dikembangkan (Khaswarina, 2001).

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia.  Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 14 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta ha, yaitu dari 606.780 ha pada tahun 1986 menjadi hampir 3 juta ha pada tahun 1999 (Manurung., Togu. G.E., 2001). Oleh karena itu mempelajari morfofisologis kelapa sawit sangat penting guna menghasilkan produksi kelapa sawit yang optimal yakni mendekati potensi genetisnya.
            
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh (brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Disamping itu ada kriteria lain tandan buah yang dapat dipanen apabila tanaman berumur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir, jika tanaman berumur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15-20 butir (Utama dan Widjadja, 2004).
            
Kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang sehingga benih yang dihasilkan tidak seragam sifatnya dan sifat unggul tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan bibit unggul maka varietas hibrida tenera diperbanyak melalui kultur jaringan. Kelapa sawit hasil perbanyakan kultur jaringan seringkali menghasilkan buah dan bunga abnormal, berbeda dengan tanaman dari benih. Tanaman yang berasal dari benih sering terjadi abnormalitas saat mulai berbunga, namun menjadi stabil berbunga dan berbuah normal pada umur 2,5 tahun (Hetharie, et al., 2006).
            
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak (6). Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (7) (Pasaribu, 2004).
            
Pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam skala besar dihmbat oleh adana fenotip buah bersayap kira – kira 5,69% pada klon PPKS atau 5 – 10% pada semua klon yang diregenerasi. Menurut Tandon et al., (2001) dalam (Hetharie, et al., 2006)  pistil kelapa sawit mempunyai stigma berbentuk cuping (trilobe) yang membentuk tiga lokul pada dasar ovari. Pada tiap lokul terdapat ovul sehingga pistil kelapa sawit dikatakan sebagai ginoesium dengan tiga karpel. Sedangkan bunga jantan mempunyai enam atau tujuh stanmen, tiap rangkaian buinga jantan menghasilkan serbuk sari 40-60 g.

            

Mathius, et al (2001) melaporkan tanaman kelapa sawit mempunyai tipe perakaran dangkal sehingga umumnya tidak toleran terhadap cekaman kekeringan, yang sangat membatasi pertumbuhan dan produksi. Cekaman kekeringan dapat menghambat pembukaan pelepah daun muda, merusak hijau daun yang menyebabkan daun tampak mengguning dan menggering, pelepah daun terkulai dan pupus patah. Pada fase reproduktif cekaman kekeringan menyebabkan perubahan nisbah kelamin bunga dan buah muda mengalami keguguran, dan tandan buah gagal menjadi rusak. Akhirnya mengakibatkan gagal panen dan menurunkan produksi tandan buah segar hingga 40% dan CPO hingga 21-65%



BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga dapat diolah menjadi bahan baku minyak alkohol, sabun, lilin, dan industri kosmetika. Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos. Tandan kosong dapat dimanfaatkan untuk mulsa tanaman kelapa sawit, sebagai bahan baku pembuatan pulp dan pelarut organik, dan tempurung kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pembuatan arang aktif.
B.SARAN
            Kepada masyarakat disarankan untuk memilih bibit yang baik dan unggul sebelum menanam. Karena bibit adalah hal yang paling menentukan tingginya hasil produksi nantinya. Sedangkan lingkungan dan pemeliharaan hanya faktor pendukung. Kepada seluruh masyarakat sebaiknya menggunakan minyak sawit karena mengandung kolesterol yang rendah dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.










DAFTAR PUSTAKA
1. Dudung Muhidin, 1999, Agroindustri Papain dan Pektin, Penerbit Penebar Swadaya.
2. Muchtar Lutfi, Prof. DR., Et. Al, 1984, Buku Panduan Penulisan Makalah dan Skripsi, PKIP UNRI Pekanbaru.







Selasa, 19 November 2013

pemasaran agribisnis jagung



EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG DI PULAU LOMBOK NTB
I Putu Cakra P. A., Yohanes G. Bulu, Sri Hastuti, Ketut Puspadi dan Awaludin Hipi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat
ABSTRAK
Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan unggulan di NTB yang cocok diusahakan petani pada wilayah lahan kering. Nusa Tenggara Barat memiliki  lahan kering  yang luasnya  mencapai + 1,8 juta ha atau 83,25% dari luas wilayah.  Di Kabupaten Lombok Timur, potensi lahan kering untuk pertanian seluas 116.765 ha.  Luas panen jagung di NTB pada tahun 2003 mencapai 31.217 ha dengan total produksi jagung 64.228 ton.  Luas panen jagung di pulau Lombok pada tahun 2003 yaitu 15.963 ha dengan total produksi mencapai 31.371 ton.  Pengkajian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi pemasaran jagung di pulau Lombok. Pengkajian ini dilaksanakan di pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.  Pengkajian pemasaran jagung dilaksanakan dari bulan Juni sampai Juli 2005 dengan pemilihan reponden pedagang jagung di pulau lombok dengan menggunakan metode Snow Boll Sampling.  Penentuan lokasi dan petani responden menggunakan metode purposive Sampling.  Data yang dikumpulkan dianalisis secara diskriptif.  Hasil pengkajian menunjukkan bahwa saluran pemasaran jagung di pulau Lombok yang paling efisien adalah pola 1 (petani menjual jagung kuning pipilan ke pedagang desa) dengan efisiensi 6,19%. Sedangkan penjualan jagung oleh petani dalam bentuk tongkol kurang efisien dan kurang menguntungkan petani. Sentra produksi jagung di NTB terdapat di Kabupaten Lombok Timur pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa pulau Sumbawa. Daerah tujuan pemasaran jagung dari NTB adalah pasar lokal Lombok dan pasar regional seperti di kirim ke Bali dan Surabaya.
Kata kunci : efisiensi, pemasaran, jagung.
PENDAHULUAN
Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan unggulan  di NTB yang cocok dan banyak diusahakan petani di lahan kering pada musim hujan.  Seiring dengan meningkatnya kebutuhan jagung nasional, memberi peluang agribisnis jagung melalui peningkatan produksi dan produktivitas.  Di NTB komoditas jagung banyak dipasarkan ke luar daerah terutama Jawa dan Bali yang digunakan untuk bahan baku pakan ternak, namun masih banyak yang belum dapat terpenuhi akibat kurangnya produksi ditingkat petani.  Pada tahun 2000 kebutuhan jagung di NTB sebesar 50.766 ton, dimana untuk benih sebesar 803 ton, dan selebihnya untuk pakan ternak dan bahan pangan.
Jagung merupakan tanaman serbaguna yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan, pakan ternak dan bahan baku industri.  Kedepan jagung akan mempunyai peranan yang semakin strategis dengan pertimbangan: (1) agribisnis jagung banyak terkait dengan kegiatan industri dalam negeri;  (2) penyedia atau peningkatan ketahanan pangan NTB; (3) makin meningkatnya ancaman  kekeringan atau kekurangan air dalam sektor pertanian.
Luas panen jagung di NTB pada tahun 2003 adalah 31.217 ha dengan produktivitas rata-rata sebesar 2,057 ton/ha (Dinas Pertanian Propinsi NTB, 2004), sedangkan di Lombok Timur luas panen jagung 8.686 ha dengan produktivitas 2,12 ton/ha.  Total produksi jagung di NTB pada tahun 2003 mencapai 64.228 ton (BPS. NTB, 2003). Namun dari segi pemasaran hasil, petani selalu berada pada posisi tawar yang rendah, dimana harga ditentukan oleh pedagang pengumpul di desa.  Oleh karena itu dalam pengembangan jagung secara komersial perlu dikemas dalam suatu sistem dan usaha agribisnis.
Pengkajian agribisnis jagung di Desa Perigi kecamatan Swela Kabupaten Lombok Timur diharapkan dapat mendukung kegiatan Dinas Pertanian melalui Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (PROKSIMANTAP) disentra produksi tanaman pangan unggulan seluas 40.000 ha, dan LSM Masyarakat Madani yang akan mengembangkan jagung seluas 30.000 ha di NTB.
Produksi jagung di NTB pada tahun 2004 mengalami peningkatan apabila di lihat dari jumlah jagung yang keluar dari pulau Lombok menuju Bali dan Surabaya melalui pelabuhan Lembar sebanyak 1.884.110 kg (Dinas Pertanian, 2004; Karantina Tumbuhan, 2004).  Pengiriman mulai bulan Januari sampai bulan Juni, dimana volume tertinggi terdapat pada bulan Juni yaitu sebesar 1.020.300 kg.  Sedangkan untuk bulan Juli sampai Desember tidak ada pengiriman jagung keluar daerah.
Perkembangan harga rata-rata jagung di NTB tahun 2004 terlihat dari trend perkembangan harga di tingkat pedagang yang mengalami kenaikan dari bulan Januari sampai Desember.  Harga rata-rata tertinggi terdapat pada bulan Desember  sebesar Rp 1640,63/kg pipilan dan terendah pada bulan Mei Rp 1046,88.  Perkembangan harga rata-rata di Lombok Timur adalah Rp 1354,17/kg.
METODE PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam pengkajian ini adalah metode survei.  Pengkajian pemasaran jagung dilaksanakan di Kabupaten Lombok Timur berlangsung dari bulan Juni sampai Juli 2005 untuk pengumpulan data primer dan data sekunder dengan metode Snow Boll Sampling.  Penentuan lokasi, petani dan pedagang menggunakan metoda purposive sampling (secara sengaja).  Data primer dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan petani, pedagang pengumpul dan agen-agen/pengusaha besar yang ada di Lombok NTB.  Untuk mencapai tujuan penelitian maka data yang terkumpul di analisis dengan analisis secara deskriptif dan analisis efesiensi pemasaran jagung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Kelayakan Ekonomi Usahatani Jagung
Di daerah pengkajian Desa Prigi Kecamatan Swela Kabupaten Lombok Timur petani tidak menjual jagung dalam bentuk tongkol melainkan dalam bentuk pipilan karena dengan menjual pipilan harga yang diterima lebih tinggi dibandingkan dengan menjual dalam bentuk tongkol.  Teknologi pasca panen (pemipilan jagung) relatif sederhana dan mudah dilakukan petani sehingga dapat menekan biaya.  Pemipilan jagung dilakukan oleh tenaga kerja keluarga yang merupakan salah bentuk efisiensi biaya tenaga kerja dalam kegiatan pasca panen.  Hal ini berbeda dengan di daerah lain yang umumnya mensual jagung dalam bentuk tongkol agar lebih mudah dan tidak memerlukan tambahan waktu dan biaya dalam pengolahan atau pasca panen jagung.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa keuntungan dari usahatani jagung sebesar Rp 2.256.413,5/ha per musim tanam (3-4 bulan) dengan B/C sebesar 1,40.  Ini menandakan usaha tani jagung memberi peluang yang cukup tinggi sebagai tambahan sumber pendapatan untuk petani.
Motivasi petani dalam menanam jagung adalah penguasaan teknologi budidaya jagung, pemasaran yang mudah, dan harga yang tinggi.  Petani di desa Prigi dalam penentuan waktu jual jagung cendrung menjual jagung dengan alasan memiliki hutang, dimana menjual jagung dalam bentuk pipilan agar harganya bisa lebih tinggi. Lokasi penjualan jagung dilakukan di rumah petani, karena setelah panen jagung disimpan dirumah untuk dilakukan proses pemipilan dengan cara manual.  Dijual ke rumah pedagang apabila rumah dekat dengan pedagang dan kenal baik dengan pedagang.  Dalam hal penetuan harga jual petani dalam posisi lemah dimana harga jagung ditetapkan pedagang pengumpul desa yang dibayar secara tunai.

Tabel 1. Analisis Kelayakan Usahatani Jagung di Desa Prigi Kecamatan Swela Kabupaten Lombok Timur, 2004.
Jenis biaya
Jumlah (Kg)
Harga satuan (RP)
Nilai (Rp)
1.   Benih jagung Bisi 2
20
2.000
40.000
2.   Pupuk urea
300
1.117
335.000
3.   Pupuk SP-36
10
1.800
18.000
4.   Pupuk organik
15
50
750
Total
393.750
5.   Biaya tenaga kerja:
HOK
Upah/HOK (Rp)
Biaya Tk (Rp/HOK)
Pengolahan tanah
18.67
14.000
261.333
Penanaman
14.67
7.000
102.667
Pemupukan
5.67
7.000
39.667
Penyiangan
32.00
7.000
224.000
Panen dan angkut
32.00
7.000
224.000
Pemipilan
43.33
10/kg
56.667
Total
908.333
6.   Biaya bahan:
Jumlah
Harga satuan (RP)
Nilai (Rp)
Sabit (bh)
4
5.000
20.000
Terpal untuk jemur (lbr)
3
70.000
210.000
Cangkul (bh)
2
20.000
40.000
Karung (bh)
20
1.500
30.000
Tali (gulung)
1
5.000
5.000
Total


305.000
7.   Biaya lain-lain =PBB (Rp/th) = 12.000/ha/th , Rp 4000/3 bulan
4.000
Total Biaya
1.611.083
Pendapatan
3683.33 kg pipilan
Rp 1050/kg
3.667.496,5
Keuntungan


2.256.413,5
B/C


1,40
Sumber : Data primer (diolah)
Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran
1.      Biaya Pemasaran
Pada beberapa pola saluran pemasaran yang ada terdapat tiga saluran pemasaran yang digunakan petani untuk menjual jagung yaitu melalui pengumpul desa, pengumpul kecamatan dan pedagang antar pulau.  Adapun rincian biaya yang dikeluarkan oleh petani pada masing-masing saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.   Biaya Pemasaran yang Dikeluarkan Petani menurut Saluran Pemasaran Jagung di Pulau Lombok, NTB, 2005
No
Saluran Pemasaran
Rincian biaya pemasaran
Nilai
Total Biaya
1
Pengumpul Desa
Karung
Tali
Transportasi
Rp 60
Rp 5
-
Rp 65
2
Pengumpul Kecamatan
Karung
Tali
Transportasi
Rp 60
Rp 5
-
Rp 65
3
Pengumpul Kabupaten
Karung
Tali
Transportasi
Rp 60
Rp 5
-
Rp 65
3
Pedagang antar pulau
Karung
Tali
Transportasi
Rp 60
Rp 5
Rp 20
Rp 85
Sumber : Hasil Olah Data Primer 2005
Biaya pemasaran jagung dalam bentuk pipilan yang dikeluarkan petani paling besar ke saluran pemasaran pedagang antar pulau sebesar Rp 85/kg, karena petani langsung mengantarkan jagungnya ke pedagang antar pulau.  Saluran pemasaran ke  pedagang antar pulau ini hanya terjadi di Desa Prigi Kecamatan Swela Kabupaten Lombok Timur sedangkan daerah lain tidak ada.  Mengantar sendiri dilakukan dengan alasan: lokasi tempat pedagang antar pulau dekat rumah petani dengan harga yang lebih tinggi dbandingkan pengumpul desa.  Biaya pemasaran ke pengumpul desa dan kecamatan sebesar Rp 65/kg dan tidak menggunakan biaya transportasi karena transaksi jual-beli dilakukan di rumah petani.
2.      Efisiensi Pemasaran
Untuk melihat efisiensi pemasaran yaitu membagi biaya pemasaran dengan harga jual jagung (Soekartawi, 1993).  Berdasarkan hasil survai pemasaran jagung, terdapat tiga saluran pemasaran yang dilalui oleh petani dalam menjual produk jagungnya baik dalam bentuk pipilan maupun tongkol. Adapun ke empat saluran pemasaran tersebut adalah pengumpul desa, pengumpul kecamatan, pengumpul kabupaten dan pedagang antar pulau.
Tabel 3. Efisiensi Pemasaran Jagung di Pulau Lombok NTB, 2005.
Saluran Pemasaran
Bentuk jagung yang dijual  petani
Biaya
Harga Jual
Efisiensi %
Pengumpul Desa
1.     Pipilan (Beli)
Rp 65
Rp 1050,00
6,19 %

2.     Tongkol
Rp 65
Rp 593,75
10,95 %
Pengumpul Kecamatan
3.     Tongkol
Rp 65
Rp 593,75
10,95 %
Pengumpul Kabupaten
4.     Tongkol
Rp 65
Rp 593,75
10,95 %
Pedagang antar pulau
5.     Pipilan
Rp 85
Rp 1070,00
7,94 %
Sumber : Hasil Olah Data Primer 2005
Dari hasil analisis efisiensi pemasaran jagung dapat diketahui bahwa saluran pemasaran jagung yang paling efisien adalah saluran pemasaran yang melalui pengumpul desa dengan efisiensi sebesar 6,19%. Petani menjual jagung ke pedagang pengumpul desa dengan bentuk pipilan, bukan dalam bentuk tongkol.  Apabila dalam bentuk tongkol tingkat efisiensinya lebih rendah dibandingkan dengan menjual pipilan. 
3.      Saluran Pemasaran jagung
Saluran pemasaran jagung di Lombok secara umum melibatkan semua tingkatan pedagang mulai dari tingkat desa sampai ke tingkat kabupaten.  Hal ini menunjukkan bahwa pemasaran jagung di Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu potensi dan peluang bagi pengembangan usahatani jagung.
Para peternak dari Bali langsung mencari jagung ke Lombok Timur karena sentra produksi jagung ada di Lombok Timur.  Produksi Jagung selain berasal dari Lombok juga berasal dari Sumbawa.  Harga yang diterima di Pulau Lombok sebesar Rp 1100/kg dalam bentuk pipilan yang dibeli oleh pedagang antar pulau yang berdomisili di Lombok Timur, setelah itu baru dijual ke Bali.  Pasokan jagung di pasar Mandalika Sweta dan kebutuhan peternak lokal Pulau Lombok, selama ini permintaannya dipenuhi dari produksi Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah. Jenis jagung yang diperjualbelikan adalah tongkol jagung dengan varietas bisi 7, rendemen  55%, dengan harga rata-rata Rp 600/kg.  Varietas Lamuru, Bisi 2 dan C7 62- 67% dengan harga Rp 650/kg.  Harga jagung dalam bentuk pipilan adalah Rp 1050/kg.
Sistem pembayaran jagung adalah secara tunai tanpa panjar. Untuk menjaga keberlanjutan kerjasama antar pedagang, dilakukan strategi panjar yang besarnya berbeda-beda sesuai kebutuhan akan jagung, dimana pedagang antar pulau memberikan panjar (uang muka) kepada para pedagang dibawahnya yang sifatnya mengikat.  Harga jagung bersifat dinamis artinya dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan harga pasar, sehingga pedagang dibawahnya tidak lari ke pedagang lain yang mau membeli dengan harga lebih mahal.
Gambar 1. Saluran Pemasaran Jagung di Pulau Lombok, NTB, 2005.
KESIMPULAN
1.      Saluran pemasaran jagung yang paling efisien adalah penjualan jagung oleh petani dalam bentuk pipilan ke pedagang pengumpul desa dengan tingkat efisiensi 6,19%.
2.      Peningkatan produksi jagung di NTB merupakan dampak dari keterlibatan berbagai pihak dalam agribisnis jagung serta meningkatnya kebutuhan jagung baik di tingkat lokal, regional maupun nasional.
3.      Pemasaran jagung yang relatif lancar di Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu potensi dan peluang bagi pemerintah daerah untuk mengembangkan jagung terutama pada wilayah pertanian lahan kering.
DAFTAR PUSTAKA
BPS NTB, 2002. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat, Mataram
BPS NTB, 2003. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Barat, Mataram
Dinas Ketahanan Pangan NTB, 2004.  Statistik Tanaman Pangan. Mataram.
Dinas Pertanian  Propinsi NTB, 2004. Statisik Komoditi Pertanian. Mataram
Kotler, Philips, 1995. Manajemen Pemasaran. Salemba Empat. Jakarta
Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Penerbit PT Pustaka LP3ES, Jakarta.
Nazir, 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Soekartawi, 1993. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-Hasil Pertanian. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Soekartawi, 1995. Analisa Usahatani.  Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Soekartawi, 1999. Agribisnis: Teori dan Aplikasinya. Penerbit PT Rja Grafindo Persada, Jakarta.
Tohir, K. A, 1991. Seuntai Pengetahuan Usahatani Indonesia 1. Rineka Cipta, Jakarta.
Widodo, Sri., 1989. Production Efficiency of Rice Farmers In Java Indonesia. Gadjah Mada University Press,  Yogyakarta.